KLB Campak di Indonesia: Mengapa Kita Harus Peduli dan Bertindak Bersama

 

Ditulis oleh: Ronald Pratama Adiwinoto, dr., M.Ked.Trop
(Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah)

Ilustrasi anak terkena campak.

Bayangkan seorang anak kecil yang awalnya hanya demam dan batuk ringan, lalu dalam hitungan hari tubuhnya dipenuhi ruam merah dan ia berisiko mengalami komplikasi berbahaya. Campak sering dianggap penyakit “biasa masa kecil”, padahal kenyataannya bisa mematikan tanpa pencegahan yang tepat.

Apa Itu Campak dan Mengapa Berbahaya?

Campak (morbili / measles) atau yang juga disebut oleh masyarakat sebagai gabaken (gabak) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Measles morbillivirus. Penyakit ini bukan hanya menimbulkan gejala demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam kemerahan di kulit, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, diare berat, radang otak (ensefalitis), hingga penyakit saraf fatal jangka panjang Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) yang bisa muncul bertahun-tahun setelah infeksi (WHO, 2023; CDC, 2024).

Tingkat penularan campak sangat tinggi. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin (2025), menegaskan bahwa satu orang penderita campak bisa menularkan ke 12–18 orang lain—jauh lebih menular daripada COVID-19. Inilah mengapa penyakit akibat infeksi virus campak bisa dengan cepat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Virus campak menular melalui percikan napas (droplet nuclei) saat batuk atau bersin, bahkan dapat bertahan di udara hingga dua jam. Risiko tertinggi ada pada anak yang belum divaksin, gizi buruk, kekurangan vitamin A, serta mereka yang tinggal di lingkungan padat (Akbar et al., 2024; Moss, 2017; Misin et al., 2020).

Situasi Terkini di Indonesia

Menurut Kementerian Kesehatan, hingga Agustus 2025 terdapat 46 KLB campak di 42 wilayah Indonesia dengan lebih dari 3.400 kasus terkonfirmasi (Kemenkes RI, 2025a). Di Sumenep, Jawa Timur, tercatat lebih dari 2.000 kasus suspek, dengan 17 anak meninggal dunia (Kompas, 2025a).

Tren ini berkaitan erat dengan turunnya cakupan imunisasi rutin lengkap dalam beberapa tahun terakhir. Data Kemenkes menunjukkan cakupan imunisasi MR dosis kedua (MR2) baru mencapai 82,3% pada 2024—masih jauh dari target 95% yang dibutuhkan untuk memutus rantai penularan (Kemenkes RI, 2025b).

Herd Immunity: Benteng Bersama

Agar masyarakat terlindungi dari campak, dibutuhkan cakupan imunisasi minimal 95% secara merata. Konsep ini dikenal sebagai kekebalan kelompok (herd immunity). Jika sebagian besar anak sudah imunisasi, rantai penularan akan terputus, sehingga bayi yang belum cukup umur untuk imunisasi atau anak dengan kondisi medis tertentu sehingga tak daapt divaksin pun ikut terlindungi (IDAI, 2023).

Melawan Hoaks dan Mitos

Sayangnya, masih banyak orang tua yang ragu bahkan tak mau anaknya diberikan imunisasi karena hoaks dan informasi menyesatkan:

  • Isu imunisasi campak menyebabkan autisme.
    Mitos ini bermula dari penelitian Andrew Wakefield tahun 1998 yang kini sudah terbukti cacat metodologi dan ditarik dari jurnal The Lancet. Puluhan studi besar di berbagai negara telah menegaskan tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan autisme (Taylor et al., 2014; WHO, 2019).

  • Isu vaksin haram.
    Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menegaskan bahwa imunisasi campak dan rubella hukumnya boleh (mubah) untuk melindungi jiwa anak-anak. Fatwa MUI No. 33 Tahun 2018 menyatakan vaksin MR boleh digunakan selama belum ada alternatif halal yang sama efektifnya (MUI, 2018).

Dengan demikian, menolak imunisasi hanya akan membahayakan anak-anak kita.

Solusi Bersama

Untuk menekan penyebaran campak, langkah yang perlu kita lakukan antara lain:

  1. Mengintensifkan imunisasi massal (ORI*) di wilayah KLB.

  2. Mengajak tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk aktif memberikan edukasi yang benar kepada umat dan warga.

  3. Mewajibkan imunisasi sebagai syarat masuk sekolah, sebagaimana rekomendasi WHO dan sudah diterapkan di banyak negara (WHO, 2023; CDC, 2024).

  4. Meningkatkan kesadaran orang tua agar rutin mengecek status imunisasi anak di posyandu, puskesmas, atau fasilitas kesehatan terdekat.

*Outbreak Response Immunization: Imunisasi massal sebagai respon terhadap KLB (Kejadian Luar Biasa).

Penutup

Campak bukan penyakit ringan. Ia sangat menular dan bisa berakibat fatal. Namun kabar baiknya, kita punya senjata ampuh: imunisasi. Dengan melawan hoaks, memperkuat kekebalan kelompok, dan bergerak bersama lintas sektor, kita bisa melindungi generasi Indonesia dari ancaman campak. Sebagaimana juga ditegaskan dalam tinjauan komprehensif tentang campak yang ditulis oleh Ronald Pratama Adiwinoto dalam buku Bunga Rampai: Penyakit Tropis Infeksi (2024), pemahaman mendalam mengenai epidemiologi, klinis, serta kebijakan kesehatan terkait campak sangatlah penting untuk mendukung strategi eliminasi penyakit ini di Indonesia.

Mari jadikan imunisasi sebagai ikhtiar cinta kita pada anak-anak—agar mereka tumbuh sehat, cerdas, dan terlindungi. 🌱💖

Referensi

  • Akbar, P.W., Bakti, R.K., Megasari, N.L.A., Adiwinoto, R.P., Lusiani, E., Rusdi, W.E., Lestari, Y.P., & Kurniawati, S. (2024). Bunga Rampai: Penyakit Tropis Infeksi. Olympus.

  • CDC (2024). Measles (Rubeola). Centers for Disease Control and Prevention.

  • IDAI (2023). Rekomendasi Imunisasi Rutin Anak Indonesia 2023. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

  • Kemenkes RI (2025a). Kemenkes Catat 46 KLB Campak di Indonesia, 3.144 Kasus Positif hingga Agustus 2025.

  • Kemenkes RI (2025b). KLB Campak Meningkat, Kemenkes Ingatkan Pentingnya Imunisasi Lengkap.

  • Kompas (2025a). KLB Campak di Sumenep, Pemerintah Diminta Masifkan Imunisasi.

  • Majelis Ulama Indonesia (2018). Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi.

  • Misin, A., Antonello, R. M., Di Bella, S., Campisciano, G., Zanotta, N., Giacobbe, D. R., Comar, M., & Luzzati, R. (2020). Measles: An overview of a re-emerging disease in children and immunocompromised patients. Microorganisms, 8(2), 276. https://doi.org/10.3390/microorganisms8020276
  • Moss, W. J. (2017). Measles. The Lancet, 390(10111), 2490–2502. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(17)31463-0
  • Taylor, L.E., Swerdfeger, A.L. & Eslick, G.D. (2014). Vaccines are not associated with autism: An evidence-based meta-analysis of case-control and cohort studies. Vaccine, 32(29), 3623–3629.

  • WHO (2019). Vaccine Safety Basics: Measles and Autism Myths.

  • WHO (2023). Measles vaccines: position paper – April 2023. World Health Organization.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Starter Pack Mahasiswa FK: Catatan Semangat Buat Kamu

Cara “Hack” Membaca Artikel Jurnal Ilmiah dengan Cerdas — Panduan Singkat untuk Mahasiswa